Seuntai Kisah Dibalik Blue Mosque




     Jika berbicara mengenai masjid, pasti yang terlintas dibenak kita adalah sebuah bangunan tempat dimana umat Islam beribadah. Bagaimana jika masjid tersebut sangat megah bahkan hampir seperti istana. Begitulah kondisi masjid Biru atau Blue Mosque  yang mungkin namanya awam terdengar ditelinga kita. Sayang rasanya jika keunikan bahkan historical dari Blue Mosque tidak dapat kita pelajari.

Sejarah


     Blue Mosque atau yang lazimnya memiliki panggilan Masjid Biru adalah sebuah Masjid yang berdiri kokoh diatas tanah Turki. Masjid ini dibangun oleh seorang arsitek terkenal masa itu yakni, Sedhefar Mehmed Aga, murid sekaligus asisten dari arsitektur terkenal Mimar Sinan. Sedhefar Mehmed Aga membangun Masjid Biru atas perintah dari Sultan yang berkuasa dimasa itu, yakni Sultan Ahmed I (1603 M-1617M)  yang berasal dari Dinasti Ottoman, yaitu dinasti yang menguasai Turki pada abad ke-14. Sejarah pembangunan Masjid Biru bermula pada saat keinginan Sultan Ahmed I untuk mendirikan sebuah bangunan yang mampu mengalahkan atau menandingi bangunan megah kala itu, yakni Hagia Sophia buatan Kaisar Byzantine yaitu Constantinopel. Hagia Sophia dulunya adalah sebuah Gereja Byzantine sebelum jatuh ke daulah Turki Ottoman pada tahun 1453 M.  Untuk itu, Sultan Ahmed I berencana untuk mendirikan sebuah masjid yang terletak satu blok dari Hagia Sophia yang konstruksinya mulai dibangun pada tahun 1609 M. Pembangunan masjid ini memerlukan waktu 7 tahun atau selesai pada tahun 1616. Sultan Ahmed I wafat saat berumur 27 tahun, atau 1 tahun setelah selesainya pembangunan masjid ini. Kemudian dia dimakamkan di halaman masjid ini, begitu juga istri dan ketiga puteranya.Masjid ini memiliki diameter kubah 23,5 meter dengan tinggi kubah 43 meter, dan kolom beton berdiameter 5 meter. Masjid ini adalah satu dari dua buah masjid di Turki yang mempunyai enam menara, yang satu lagi berada di Adana. Ada keunikan dari sejarah dibangunnya Masjid ini, menurut cerita yang berkembang atau informasi umum yang ada, bahwa Sultan Ahmed I menginginkan untuk membuat menara yang terbuat dari emas, dalam bahasa Turki, emas adalah “Altin”, akan tetapi Sedhefar Mehmed Aga (arsiteknya) memahaminya dengan “Alti” yang dalam bahasa Turki berarti enam. Sehingga, jadilah menara Masjid Biru ini berjumlah enam. Padahal keinginan Sultan adalah sebah masjid yang terbuat dari emas dan berjumlah empat menara. Akhirnya, setelah selesai, jadilah sebuah masjid megah bernuansa biru yang memiliki enam menara. Berbeda dengan permintaaan dari sang Sultan, Sedhefar Mehmed mengira bahwa kepalanya akan dipenggal karena kekeliruannya, akan tetapi konon katanya Sultah Ahmed malah terpukau dengan desain tersebut.
     Kabarnya, akibat dari jumlah menara Masjid Biru sama dengan jumlah menara di Masjidil Haram dan hal ini menyebabkan Sultan Ahmed mendapatkan kritikan tajam sehingga akhirnya beliau menyumbangkan biaya pembuatan menara ketujuh untuk Masjidil Haram.
Keunikan lain adalah sejarah dari sebuah rantai besi yang berat dipasang di atas pintu gerbang masjid sebelah barat. Di masa lalu, hanya Sultan Ahmed I yang boleh memasuki halaman masjid dengan mengendarai kuda. Rantai ini dipasang agar Sultan Ahmed I menundukkan kepalanya saat melintas masuk agar tidak terantuk rantai tersebut. Ini dimaksudkan sebagai simbol kerendahan hati penguasa di hadapan kekuasaan Ilahi. Masjid biru hingga kini masih dijadikan tempat beribadahan umat muslim.


Arsitektur
     Seperti interior dalam masjid yang terdiri dari hiasan 20.000 keping keramik biru yang diambil dari tempat kerajinan keramik terbaik di daerah Iznik city (Niceae) berwarna biru, hijau, ungu, dan putih dengan 50 desain bunga tulip yang berbeda. Keramik pada lantai bawah dibuat dengan desain tradisional Turki, sementara keramik di lantai galeri dibuat denga desain bunga dan buah-buahan, pada lantai atas masjid ini didominasi oleh cat biru . Semua keramik ini didesain oleh seorang ahli keramik dari Iznik, Ksap Haci dan Baris Efendi dari Avanos, Cappadocia. Didalam Masjid Biru juga terdapat ornamen bunga-buga dan tanaman bersulur yang tampak sangat indah memedarkan warna biru saat ditimpa cahaya matahari yang masuk lewat jendela yang berjumlah kurang lebih sekitar 260 kaca patri. Pada lampu-lampu masjid yag awal, dihiasi oleh emas dan batu berharga. Kemudian untuk lampu utama digunakannya telur burung unta untuk mengurangi terbentuknya sarang laba-laba. Keramik di sekitar Blue Mosque sempat direstorasi setelah terjadi kebakaran di tahun 1574. Serta tidak kalah adanya karpet penutup lantai yang terbuat dari sutera dan berasal dari tempat pemintalan sutera terbaik, kemudian lampu-lampu minyak yang terbuat dari kristal merupakan barang impor. Ada juga barang dan hadiah berharga di dalam masjid ini seperti Al-Qur’an yang ditulis tangan oleh Seyyid Kasim Gubari, seorang ahli kaligrafi terbaik masa itu ada juga barang hadiah persembahan dari Ratu Venice kepada sultan, yakni kaca berwarna yang dipakai pada jendela-jendela Masjid Biru . Hanya saja sebagian besar dari kaca-kaca ini sudah direstorasi agar tampak bagus. Jendela-jendela tersebut pun terdiri dari 260 buah jendela yang menyebabkan suasana didalam masjid terasa teduh dan sejuk. Kemudian mihrab yang tak kalah megah karena terbuat dari marmer yang dipahat dengan hiasan stalaktit dan panel incritive dobel diatasnya. Tembok disekitarnya juga dipenuhi oleh keramik.
Masjid ini didesain agar dalam kondisi yang paling penuh sekalipun, semua yang ada di masjid tetap dapat melihat dan mendengar Imam saat shalat berjamaah sehingga dapat fokus pada sholat.



Penggunaan Masjid
    Sebagaimana yang telah dituliskan diatas bahwa Masjid Biru masih digunakan sebagai tempat ibadah umat Islam. Masjid ini mampu menampung hingga sepuluh ribu jamaah terutama pada saat shalat Jum’at dan shalat Idul Fitri. Dahulu, seiring dengan begitu pentingnya masjid ini maka dibangunlah sekolah, istana peristirahatan bagi Sultan, tempat pemandian, air mancur, rumah sakit, serta kamar-kamar yang disewakan saat itu. Selain wisatawan muslim, masjid ini juga sering dikunjungi oleh wisatawan non muslim yang sekadar ingin menikmati keindahan interior masjid yang menjadi destinasi utama saat berkunjung ke Istanbul. Toleransi tetaplah toleransi, karena bangunan ini merupakan masjid, maka wisatawan dilarang masuk saat waktnya shalat tiba, dan mereka hanya diperbolehkan memasuki masjid dari pintu utara Hippodrome. Turis asing non muslim diarahkan untuk masuk dan keluar melalui pintu utara, sedangkan pintu utama atau pintu barat lebih diperuntukkan untuk orang Turki dan orang yang mau menunaikan sholat di masjid ini.
     Untuk menghormati masjid, wisatawan harus berpakaian sopan, dapat dilihat dari peraturan yang diterapkan, seperti penjaga Masjid Biru yang berjaga-jaga tidak segan menegur wanita yang tidak berkerudung yang ingin masuk ke dalam ruang masjid. Bagian depan masjid diperuntukkan untuk tempat beribadah, sedangkan shaf belakang biasanya tempat bagi pengunjung untuk melihat keindahan dari Masjid Biru ini.



Sumber :










Komentar

Postingan Populer